PANARAGAN (MonitorEkspres.com) ~ Ketua kajian kritis kebijakan publik pembangunan (K3PP) Berharap harus ada peran aktif dari Dewan perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) kabupaten Tulang Bawang Barat provinsi Lampung untuk mencari jawaban mengapa program realisasi CSR perusahaan PT.BTI yang sudah lama beroperasi namun tidak berjalan.
Ahmad Basri, Ketua K3PP kabupaten setempat mengutarakan belum selesai penyelesaian masalah PHK terhadap dua karyawan security PT. BTI / Berjaya Tapioka Indonesia yang berlokasi di Tiyuh Karta. Kini kembali mencuat kepermukaan tuntutan masyarakat disekitar perusahaan dari beberapa Tiyuh seperti tiyuh Gunung Katun Malay Tulang Bawang Udik agar program CSR / Corporate Social Responsibilty dapat direalisasikan.Terangnya pada selasa (26/9/2022).
“Dalam pemaknaan umum dan sederhana sesungguhnya CSR dapat diartikan suatu konsep atau tindakan yang dilakukan di dunia usaha perusahaan atau industri sebagai rasa tanggung jawab. Tanggung jawab itu akan ditujukan untuk sosial maupun lingkungan sekitar. CSR dapat dapat direalisasikan dengan berbagai macam bentuk yang tentunya sesuai dengan kebutuhan masyarakat disekitarnya.jelasnya.
Menurut, Aktivis jebolan fakultas Ilmu sosial politik Universitas muhammadiyah yogyakarta tahun 1997 itu, pihaknya menilai bahwa dalam realisasinya praktek program CSR sering kali diabaikan oleh pihak perusahan dengan berbagai macam alasan.
“Ini yang kini sedang dipertontonkan oleh PT. BTI / Berjaya Tapioka Indonesia yang selama berdiri beroperasi tidak pernah merealisasikan program CSR kepada lingkungan masyarakat. Walaupun ada berupa janji – janji tanpa realisasi. Seperti janji yang dikemukakan pihak perusahaan PT. BTI akan memberi beberapa armada mobil ambulance namun sampai saat ini tidak pernah ada wujudnya, tuturnya.
Dia mengatakan Untuk tidak menimbulkan persepsi publik yang negatif tentang keberadaan PT. BTI / Berjaya Tapioka Indonesia yang tidak memiliki kepedulian sosial disekitar lingkungan masyarakat dalam program CSR yang selama ini cenderung masa bodoh.
“Pertama harus ada peran aktif dari Dewan DPRD Tubaba untuk mencari jawaban mengapa program realisasi CSR PT.BTI tidak berjalan. Minimal diadakan hearing dengan PT.BTI sehingga mengetahui faktor penyebab program CSR tidak pernah ada.
Kedua paling penting adalah Pemkab Tubaba mengalih program CSR PT.BTI untuk disalurkan kepada masyarakat secara mekanisme administrasi agar tepat sasaran. Artinya jika memang ada program CSR berupa empat mobil armada ambulance diserahkan kepada Pemkab Tubaba untuk disalurkan kemasing – masing di Tiyuh yang ada disekitar perusahaan, cetusnya.
Ahmad Basri juga mencermati Jika program CSR PT.BTI tidak pernah direalisasikan kemasyarakat sejak berdiri di Tiyuh Karta maka jangan heran berkembang persepsi publik bahwa selama ini. Jangan – jangan keberadaan perusahaan yang bergerak pada tepung tapioka tersebut tidak memiliki standar operasional izin yang layak harus dipenuhi.
“Saya jadi curiga jangan -jangan izinnya diragukan sebagaimana mestinya perusahaan. Berupa SITU ( Surat izin tempat usaha ) SIUP ( Surat izin usaha perusahaan ) NPWP Perusahaan – NRP ( Nomor regestrasi perusahaan) atau yang paling penting dan sering kali diabaikan adalah izin masalah AMDAL / Analisa mengenai dampak lingkungan atau limbah perusahaan,” pungkasnya. (**)
Editor : Sayuti